PROLOG



 P E R T E M U A N
Juli | 2012

Aku lupa tanggal persis pertemuanku dengan dia terjadi. Sisa tanda yang kuingat adalah, saat itu matahari sudah lebih dahulu rukuk ke barat.
Saat kakiku turun dari Bus jurusan Surabaya-Bojonegoro. Liburan puasa telah tiba, sisa hari-hari bahagia menyambut hari raya.
Aku sengaja tidak langsung pulang ke rumah, tapi mampir dulu ke rumah teman yang masih satu kabupaten.
Baru beberapa langkah kakiku turun dari bus, dengan pandangan mata yang masih menunduk membetulkan tas yang penuh pakaian ganti.
Sepintas suara perempuan menyapa kami. Aku masih belum melihatnya, aku masih sibuk dengan diriku yang lusuh sehabis naik bus. Suara itu masih saling sapa menyapa dengan temanku.
Sampai aku mengangkat muka, dan mataku tepat mengarah ke seorang perempuan mengenakan kaos putih bahu pendek yang serasi dengan kulitnya yang bening. Dengan rambut yang ditali sembarangan, hingga beberapa helai tergerai di antara wajahnya yang .... (Aduh).
Perempuan itu menunggang sebuah motor, dengan membonceng dua perempuan lagi. Dan ini, hal yang paling mendasar yang membuatku ingat adalah. Dia mengenakan celana pendek Boxster. Celana pendek ala petinju yang trendy pada waktu itu (2012).
Dengan masih mengenakan seragam Pesantren. Baju koko, sarung, lengkap dengan peci putih.
Aku menyaksikan sendiri celana pendek Boxster itu hanya menutup setengah bagian paha, dan sebagian yang lain ia biarkan dibelai angin.
Dan ajaibnya aku sampai sekarang masih hafal sulur Boxster itu berwarna ungu yang sudah pudar.
Aku tidak bicara sepatah katapun dengannya, karena ia seperti sedang asyik bertemu kangen dengan kawanku, yang setatusnya adalah tetangga.
Pertemuan itu pun berakhir dengan perempuan itu melipir ke jalan raya dengan gas kencang layaknya raja jalanan. Sedangkan aku langsung membuntut kawanku pulang ke rumahnya terlebih dahulu.
***
Singkat cerita, liburan telah usai. Lebaran telah berlalu seminggu dan aku sudah berada di tengah-tengah pondok kembali.
Informasi tambahan,
Pondokku terletak di kabupaten Tuban. Berbentuk sebuah yayasan yang juga menyediakan pendidikan formal.
Tahun 2012, adalah tahunku awalan masuk kelas 10 SMA.
SMA-ku baru berdiri tiga tahun, aku adalah angkatan ke tiga. Dimana sistem terpisah antara kelas putra dan putri masih belum bisa dilaksanakan karena jumlah siswa yang masih minim dan cukup satu kelas.
Bel istirahat berdering kencang, kami para siswa tersenyum riang. Guru menutup kelas dengan salam, dan aku melangkah keluar dari ruang.
Berjalan menyusuri teras kelas, melewati lapangan. Dan, ....
Betapa aku tercengang, di kursi tunggu kelas 11 ada seorang perempuan yang sepertinya aku kenal.
Perwakannya yang lencir, wajahnya yang bening, dan tulang-tulang wajahnya yang seakan tersusun kuat.
Tidak salah lagi, dia adalah seorang perempuan yang kemaren aku lihat mengenakan celana pendek boxster, dan rambut acak-acakan.
Kini dia berada di tengah pondok dengan penampilan rok abu-abu, baju putih yang serasi dengan kulitnya, juga kerudung putih yang senada dengan wajahnya. Lengkap dengan sepatu.
Ia duduk dengan salah satu kawan yang kukenal. Aku menyapa kawanku, dan mengabaikan perempuan itu. Tapi perempuan itu ikut mengangguk seakan menyapaku, dan aku juga mengangguk untuknya.
***
Aku senang mengenangnya, karena banyak momen lucu dengannya. Yang jelas perempuan yang mengenakan celana pendek petinju itu, dalam seminggu sudah berhasil menarik hati para lelaki khususnya di SMA. Umumnya di Asrama putra.
***
"Lief, dapat salam dari Shinta!" Kata kawanku di suatu sore.
"Shinta sopo?"
"Tonggoku."
Aku paham maksudnya, yang ia maksud adalah perempuan yang kusebut petinju.
"Oh," aku berlagak sebiasa mungkin.
(Bersambung ....)

Posting Komentar

0 Komentar