Bapak tanpa ibu





Pada sebuah pagi di Baureno
Senin, 03 Februari 2020

Fajar pertama memapar cahaya, seorang ibu sudah bersekutu dengan tempe dan bumbu di dapur.

Angin yang mendekapku terlalu erat, membuatku tak bisa tidur nyenyak. Aku menyerah, memilih bangun, menyeret diri menuju kamar mandi.

Ibuku, atau tepatnya ibuku tersayang. Sudah dalam keadaan terjaga, entah sejak kapan, namun semua masakan telah paripurna. Tinggal timpe yang sudah terpotong untuk dimasukan ke wajan.

Sambil lalu, aku sedikit menyapa. Karena terlalu gugup, subuh sudah dekat dan aku belum sholat isya.
Di atas ranjang yang terbuat dari bambu, aku dengan kecepatan diatas rata-rata, mengejar waktu sholat isya.
Salam, Tarkhim sudah mengalun pelan.

Di dapur masih berisik suara, entah ibukku sedang melakukan percobaan apa. Yang jelas kini aku sedang ingin mengikuti kata mata (bukan kata hati) untuk tidur lagi.

Belum genap semenit, adzan subuh dari seluruh penjuru sudah mengepung telingku, termasuk suara merdu bapak yang menggema di musolah samping rumah.
Aku berdiri menunaikan dua rokaat, sebelum menuju misi berikutnya: tidur.

....
Kalau kemaren bapak yang daud, maka tugas lanjutan menjadi tanggungjawab ibuk: tandur.

"Ibuk berangkat riyen cong!" Ibuk pamit, kepadaku yang masih melungker. Aku segera bangun, dan mengikuti langkahnya yang keluar rumah, lalu menggowes sepedah.

Aku lihat di meja teras rumah sudah ada dua kopi, dan sebungkus rokok Mlindjo.
Bapak sudah menghadap salah satu gelas, aku segera mengambil tempat yang kosong. Berhadapan-hadapan dengan bapak.

Sambil masih tenger-tenger, mengumpulkan nyawa ... Aku menaruh kagum yang begitu dalam pada ibuk.
Dia bertugas namun tanggungjawabnya sebagai ibu, tetap terlaksan dengan baik. Masakan sudah tersaji siap makan, kopi tinggal nuang.

kopi ini, yang sering aku rindukan. Saat sedang di tanah perantauan (Tuban).
Bapak yang sudah lebih dahulu mengambil posisi nyaman, sambil mensyukuri kekayaan bumi Indonesia berupa tembakau.

Aku melihatnya, begitu suantuy. Beda dengan ibuk tadi yang cak-cek. Cekatan.

Bapak mengulurkan korek, aku segera paham.
Ku hunus salah satu batang Mlindjo, sebab yang Dji Sam Soe sudah aku habiskan sama bapak semalam, waktu menjenguk sepupu yang di rawat di RS Aisyah Bojonegoro.

Saat kami sedang asyik berkolaborasi mengepulkan asap. Ada suara tangis dari dalam, adiku bangun!

Bapak dengan segera menjemput dan berusaha meredam tangisnya, namun nihil. Baru bisa surut suaranya saat digendong keluar dan meraih Hp-ku yang tergeletak di meja.
"Emang semua agak susah kalau ibuk tidak ada di rumah." aku mbatin

"Rida uange habis" aku menanyakan uang 5.000 yang aku berikan semalam untuk saku sekolah

"hu, em"

"Eh koko yo nggak usah sangunan nek sekolah" aku yang bergurau, tapi Rida menangapinya serius

"Nda piye, mosog koko aku ngowoh tok" sambil mulutnya getar, terus nangis. Suasana semakin runyam. Akhirnya bapak mengambil tindakan, untuk mblidug dan megantarnya mandi.

Bisa dibayangkan hasilnya, Rida yang biasanya selalu berpakian rapi, bersih, rambutnya tertata saat akan berangkat sekolah.

Kini giliran aku dan bapak yang mendandani, hasilnya - rambut pokoknya tak suri ke belakang, baju nggak tahu hari ini seragamnya apa, kaos kakinya entah di mana.

Jadi saat keluar dari rumah, Rida keluar dengan model yang sangat memperhatikan. Aku tertawa geli, oh beginkah laki-laki tanpa perempuan.

Belum lagi Rida yang buru-buru pingin cepet berangkat. Haduuehhh ..

Dua orang laki-laki yang dirasa berpengalaman, hari ini gagal menjalankan satu bagian kecil dari tugas perempuan.

Aku dan bapak hanya bisa guya guyu, saat mengevaluasi kejadian hari ini. Kami sangat sadar peran perempuan, yang terkadang sulit digantikan.

Dan untuk ibukku, pokoke i love you.

Jenu, 03 Februari '20

_____________________________________________
Arti gambar:
Di situ ada kepala perempuan, tumbuhan yang menggambarkan kehidupan
Di salah satu rantingnya ada induk sedang mendulang anaknya.

Lah bapak dan Mas,e kemana?
Pados kopi

Hahah banyak arti dari gambar ini, kalian bebas menafsirkannya sendiri

Posting Komentar

0 Komentar