ZAMAN KULIAH.
oleh: Aliev Irvan
"Ayo pak Ji" komando mbah imam setiap sela pergantian mata kuliah.
"Aku mok duwe duwek 2.000 mbah, tapi aku pingin tuku sarapan karo kopi" Musti ngene jawabe Alief
"Alah gampang iku" dengan sombongnya Mbah Imam.
Akhirnya kami berangkat rame-rame satu kelas, aku dan mbah imam langsung ambil nasi bungkus pesan es, dan menyantapnya dengan nikmat, sambil bicara ngalor-ngidol. Sampai makanan kami habis.
"Ayo mbalik sek lif" Ajak mbah imam
"Ayok mbah"
Sambil meletakan uang 2.000 diatas meja aku dan mbah imam lalu berlari pergi ke kelas dengan tertawa senang.
Jika sudah seperti ini, lagi-lagi kak Zen yang harus berbaik hati. Melunasi biaya kami berdua.
Itu terjadi setiap kuliah selama 5 semester sebelum warung pak Ji akhirnya ditutup.
Wkwkwk .....
__________________________________________
Ada lagi .....
Ada lagi .....
Kelas waktu itu berencana membuat seragam berupa kaos, dengan harga senilai 35.000
Dan kami diwajibkan untuk membeli, atas dasar kekompakan. Hari itu petugas meminta kami semua untuk membayar uang muka, seadanya.
Saat teman kami yang berbakat rentenir itu mulai keliling, semua mahasiswa kelas kami menyerahkan uang muka sepantasnya. Ada yang 20.000 ada yang 30.000 Namun yang paling parah adalah Mbah Imam.
"Aku mok duwe 5.00" saat itu berbentuk uang koin putih. "Gelem iki gak gelem yuwes"
Dengan terpaksa petugas menerima.
"Alief endi bayarmu"
"Iku aku karo mbah Imam, 5.00 gawe wong loro" Sambil aku berlari keluar kelas dengan mbah imam.
Kak Zen yang merasa bertanggung jawab atas hidup kami, langsung mengeluarkan uang seratus ribu untuk kami.
Subhanallah .... Kak Zen, sugeh aamiin.
________________________________________
Ada lagi ....
Ada lagi ....
Setiap pra ujian semester adalah derita bagi kami, bukan kami tepatnya aku dan Mbah Imam. Sebagai kaum dengan pendapatan dibawah rata-rata.
Jika sudah seperti ini, langganan kami adalah menghadap pihak akademik. Untuk meminta keringanan.
Kami sangat hafal apa yang akan dilakukan, yaitu membuat surat keterangan kesanggupan mbayar.
Kami sangat hafal apa yang akan dilakukan, yaitu membuat surat keterangan kesanggupan mbayar.
Biasanya kami karang saja kapan sanggupnya, yang penting bisa ujian dulu.
Ada satu semester tepatnya semester 2, aku belum sempat mengurus administrasi daftar ulang.
Alhasil saat ujian, aku sendiri yang belum pakai Jaz almamater.
Huh, langsung pengawas ujian memintaku keluar dengan keras, untuk membereskan tanggungan.
Karena nominalnya yang terlalu tinggi bagi
saya, yang saat itu sudah tidak bekerja sebagai marbot masjid pondok lagi.
Tidak ada pilihan lain, kecuali cuti untuk sementara.
saya, yang saat itu sudah tidak bekerja sebagai marbot masjid pondok lagi.
Tidak ada pilihan lain, kecuali cuti untuk sementara.
Namun ada saran cerdas dari teman pondok. Jaz kami kan warnanya hijau. Dia punya ide bagaimana kalau minjem Jaznya seorang muadzin masjid pondok, dia punya Jaz hijau PKB.
Gayung bersambut, aku segera pinjam ke De Mukadi. Dan berhasil tinggal masang bet almamater.
Dengan percaya diri aku berangkat kuliah, mengikuti ujian hari ke-2. Saat aku buka Jaznya, ternyata hijaunya tidak sama.
Jaz PKB warnanya terlalu gelap. Meteng aku .... Tamat riwayatku.
Jaz PKB warnanya terlalu gelap. Meteng aku .... Tamat riwayatku.
Saat aku wes sedeh ndak karo-kroan, ada kak Zen yang mengeluarkan Jaz dari tasnya. Jaz Hijau almamater. Katanya itu hasil dia, Mbah Imam, dan teman-teman pramuka. Pinjem dari anggota pramuka yang sudah berhenti kuliah.
Jaz itu begitu pas aku kenakan. Dan hari itu aku bisa ikut ujian. Bibiarokati rencang ....
Dan Jaz itu yang menyelamatkan aku dalam urusan bayar sampai semester 5, dua tahun setengah. Bayangkan!
Sebab tidak ada kekhawatiran bagi Mahasiswa yang punya Jaz, dia tentu sudah bayar daftar ulang. Karena syarat mendapat Jaz adalah lunas daftar ulang.
Sedangkan aku ndak, aku dapat Jaz pinjem jadi aman. Dan sampai hari ini belum tak kembalikan.
__________________________________________
__________________________________________

0 Komentar